Selasa, 02 Agustus 2011

Sebuah Cerita tentang Bid'ah di Dusun Kami

Humor
01/08/2011 09:54
Sebuah Cerita tentang Bid’ah di Dusun Kami
Kang Hanif, seorang anggota Ansor, telah lama didaulat masyarakat di desa untuk memangku masjid. Semua acara keagamaan dia yang memimpin. Suatu hari ada seorang berjenggot panjang dan bercelana cingkrang dari sebelah desa menudingnya sebagai pelaku bid’ah, churafat, takhayul, bahkan syirik.

“Mas, sampean jangan terus-terusan menyesatkan umat. Tahlilan, sholawatan, yasinan, manaqiban, bermaaf-maafan sebelum memasuki Ramadhan, itu bid’ah. Apalagi mendoakan mayit, tawasul atau ngirim pahala untuk orang sudah mati. Doa itu tidak sampai, bahkan merusak iman. Musyrik hukumnya,” kata orang tersebut dengan gaya sok paling Islam dan paling benar.

Kang Hanif hanya diam saja. Ia sudah beberapa kali menghadapi orang begitu yang biasanya hanya bermodal “ngeyel” dengan ilmu agama yg jauh dari memadai. Persis seperti anak kecil baru belajar karate, yang baru tahu satu dua jurus saja lagak lakunya belagu.

Walau kang Hanif telah 9 tahun mengaji di pesantren Tambak Beras dan paham betul dasar-dasar amaliyah itu, ia tetap tak membantah dan membiarkan orang itu terus menudingnya. “Percuma saja membantah orang itu. Hatinya tertutup jenggotnya. Mata hatinya tak seterbuka mata kakinya,” batin kang Hanif.

Beberapa waktu kemudian ayah orang yang berjenggot dan bercelana cingkrang itu meninggal dunia. Kang Hanif datang bertakziyah bersama para jamaahnya. Dia lantas berdoa keras di depan mayit si bapak dan jama’ahnya mengamini.

“Ya Allah, laknatlah mayit ini. Jangan ampuni dosanya. Siksalah dia sepedih-pedihnya. Kumpulkan dia bersama Fir’aun, Qorun dan orang yg Engkau laknati. Masukkan dia di neraka sedalam-dalamnya, selama-lamanya”.

Si jenggot bercelana cingkrang menghampiri Kang Hanif, bermaksud menghentikan doanya.

“Jangan protes. Katamu doa kepada mayit tidak akan sampai. Santai saja. Tidak ada yg perlu engkau khawatirkan bukan? Kalau aku sih yakin doaku sampai,” ujar kang Hanif tenang.

Muka si jenggot bercelana cingkrang pucat. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya yang biasa menghakimi orang lain

Pentas Seni

Pentas Seni
Suatu hari, Gus Dur melakukan perjalanan malam dari Demak ke Lirboyo, Kediri. Sastro al-Ngatawi mendampinginya.

Sampai di Sragen, bis yang ditumpangi keduanya tidak mau melanjutkan perjalanan, karena penumpangnya hanya mereka berdua.
"Tro, gimana ni?" tanya Gus Dur.
"Lah ya kita kita turun Gus," jawab Sastro.
Dengan berat hati, keduanya turun. Berdiri di pinggir jalan. Setelah lebih dari 30 menit mereka menunggu kendaraan lewat, akhirnya ada mobil kijang tua menghampiri.
"Teng pundi Pak?" tanya supir. Sastro menjawab, "Kediri Pak. Lirboyo."
Setelah tawar menawar, akhirnya Gus Dur dan Sastro naik omprengan, melanjutkan perjalanan menuju Lirboyo, Kediri. Ditambah keduanya, mobil itu berisi 7 orang, lelaki semua.
Sampai di Nganjuk, mobil berhenti. Supir dan 4 orang temannya turun semua, minta izin sebentar untuk kencing. 5 orang laki-laki turun semua, dan mereka serempak berjajar menghadap ke sawah, kencing.

"Tro, itu liat, ada pentas seni," kata Gus Dus.
"Hahaha…. Gus-Gus, Sampean ini ada-ada saja, kencing bareng kok dibilang pentas seni," timpal Sastro sambil tertawa terkekeh-kekeh. (hs)

Sebuah Cerita tentang Bid'ah di Dusun Kami

Sebuah Cerita tentang Bid’ah di Dusun Kami
Kang Hanif, seorang anggota Ansor, telah lama didaulat masyarakat di desa untuk memangku masjid. Semua acara keagamaan dia yang memimpin. Suatu hari ada seorang berjenggot panjang dan bercelana cingkrang dari sebelah desa menudingnya sebagai pelaku bid’ah, churafat, takhayul, bahkan syirik.

“Mas, sampean jangan terus-terusan menyesatkan umat. Tahlilan, sholawatan, yasinan, manaqiban, bermaaf-maafan sebelum memasuki Ramadhan, itu bid’ah. Apalagi mendoakan mayit, tawasul atau ngirim pahala untuk orang sudah mati. Doa itu tidak sampai, bahkan merusak iman. Musyrik hukumnya,” kata orang tersebut dengan gaya sok paling Islam dan paling benar.

Kang Hanif hanya diam saja. Ia sudah beberapa kali menghadapi orang begitu yang biasanya hanya bermodal “ngeyel” dengan ilmu agama yg jauh dari memadai. Persis seperti anak kecil baru belajar karate, yang baru tahu satu dua jurus saja lagak lakunya belagu.

Walau kang Hanif telah 9 tahun mengaji di pesantren Tambak Beras dan paham betul dasar-dasar amaliyah itu, ia tetap tak membantah dan membiarkan orang itu terus menudingnya. “Percuma saja membantah orang itu. Hatinya tertutup jenggotnya. Mata hatinya tak seterbuka mata kakinya,” batin kang Hanif.

Beberapa waktu kemudian ayah orang yang berjenggot dan bercelana cingkrang itu meninggal dunia. Kang Hanif datang bertakziyah bersama para jamaahnya. Dia lantas berdoa keras di depan mayit si bapak dan jama’ahnya mengamini.

“Ya Allah, laknatlah mayit ini. Jangan ampuni dosanya. Siksalah dia sepedih-pedihnya. Kumpulkan dia bersama Fir’aun, Qorun dan orang yg Engkau laknati. Masukkan dia di neraka sedalam-dalamnya, selama-lamanya”.

Si jenggot bercelana cingkrang menghampiri Kang Hanif, bermaksud menghentikan doanya.

“Jangan protes. Katamu doa kepada mayit tidak akan sampai. Santai saja. Tidak ada yg perlu engkau khawatirkan bukan? Kalau aku sih yakin doaku sampai,” ujar kang Hanif tenang.

Muka si jenggot bercelana cingkrang pucat. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya yang biasa menghakimi orang lain

Senin, 18 Juli 2011

YAYASAN MANBA'UL HIKMAH AL-AZIEZIYAH WONOGIRI

YAYASAN MANBA'UL HIKMAH AL-AZIEZIYAH WONOGIRI
Notaris CM. Novita Puspita Wardani, SH. Nomor : 3 /19-05-2011


I. DEWAN PEMBINA :

K e t u a : H. Abdul Aziez Mahfuf
Anggota : Hj.Mahmudah Abdul Aziez
Anggota : H. Ahmad Ridlo Murtadlo Ulin Nuha

II. DEWAN PENGURUS :

K e t u a : Ir. Edy Waluyo, MM
Wkl. Ketua : Drs. Suharno, M.Pd
Sekretaris : Mochammad Munir
Wkl. Sekretaris : Najmul Fatah, S.Pd
Bendahara : Drs. Subadi, M.SI
Wkl. Bendahara : Muhammad Nahdi

III.DEWAN PENGAWAS :

K e t u a : Drs. KH. Samarul Falah, MH
Anggota : Drs. Muhammad Adib Zaen, M.Pd
Anggota : H. Mubarok,AMK, SKM
Anggota : K. Ahmad Baidlowi
Anggota : H. Tri Purwanto, STT, M.Par
Anggota : K. Saifuddin Arifin

Perkembangan Salafi di Indonesia

30/06/2011 08:56
ISLAMISME (7) Perkembangan Salafi di Indonesia
H As'ad Said Ali
Perkembangan gerakan salafi di Indonesia tidak mungkin dilepaskan dari dinamika internasional sebagaimana disebutkan di atas. Bahkan boleh dikatakan, dinamika gerakan salafi Indonesia sebagian besar merupakan perpanjangan dari perkembangan internasional.

Sama seperti kecenderungan internasional, gerakan salafi baru muncul di Indonesia pada awal dekade 1980-an. Dorongan utamanya adalah berdirinya lembaga LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab) yangmerupakan cabang dari Universitas Imam Muhammad ibn Saud Riyad di Indonesia. LIPIA pertama kali dipimpin oleh Syeikh Abdul Aziz Abdullah al-Ammar, murid tokoh utama salafi Syeikh Abdullah bin Baz.

LIPIA menggunakan kurikulum Universitas Riyad, staf pengajarpun didatangkan langsung dari Saudi. Salah satu yang membuat banyak mahasiswa tertarik belajar di LIPIA, karena LIPIA menyediakan beasiswa berupa uang kuliah dan uang saku. Lebih dari itu, LIPIA juga menjanjikan para alumninya untuk bisa melanjutkan tingkat master dan doktoral di Universitas Riyad di Saudi.

Alumni LIPIA angkatan 1980-an, kini menjadi tokoh terkemuka di kalangan salafi. Diantaranya adalah Yazid Jawwas, aktif di Minhaj us-Sunnah di Bogor; Farid Okbah, direktur al-Irsyad; Ainul Harits, Yayasan Nida''ul Islam, Surabaya; Abubakar M. Altway, Yayasan al-Sofwah, Jakarta; Ja'far Umar Thalib, pendiri Forum Ahlussunnah Wal Jamaah; and Yusuf Utsman Bais’a direktur al-Irsyad Pesantren, Tengaran.

Sebagaimana ciri umum salafi, generasi 1980-an LIPIA tersebut sangat anti terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh dan Darul Islam. Jangankan untuk bergaul dengan mereka yang berorganisasi, dengan sesama salafi yang berorganisasipun mereka menolak untuk dibantu secara keuangan.

Dari generasi 1980-an lahir Ja’far Umar Thalib. Dia adalah lulusan pertama LIPIA dan menjadi perintis pertama gerakan dakwah salafi di Indonesia. Diantara lulusan LIPIA, Ja’far berangkat ke Yaman pada tahun 1991 untuk belajar pada Sheikh Mukbil ibn Hadi al-Wad'i, di Dammaz, Yaman. Seperti sudah disinggung sebelumnya, Mugbil adalah tokoh salafi puritan. Karakter ini akan menurun pada Jafar. Sedangkan Yusuf Baisa, lulusan LIPIA lainnya, belajar langsung ke Arab Saudi dan belajar dari kalangan syeikh sahwah Islamiyah. Karena as-sahwah terpengaruh Ikhwanul Muslimin, maka pandangan Yusuf Baisa nantinya juga sangat berbeda dengan Jafar.

Pembentukan Laskar Jihad Ahl Sunnah Wal Jama’ah (LJASWJ)

Ja’far Umar Thalib, namanya menjadi terkenal setelah menjadi komandan pasukan Laskar Jihad ahlu sunnah wal Jamaah, yang memimpin pasukan perang ke Ambon pada tahun 2001. Dalam mendirikan Laskar Jihad ahlu sunnah wal Jamaah Ja’far tidak sendiri, namun didampingi muridnya Muhammad Assewed.

Adapun yang melatarbelakangi pemikiran Ja’far dan Assewed untuk membentuk laskar Jihad adalah sebagai berikut; pertama, kerusuhan di Ambon dari hari ke hari tidak menunjukan ke arah yag semakin membaik. Kedua, korban dari kalangan muslim terus berjatuhan dan semakin banyak. Ketiga, keresahan dan kemarahan sudah tampak pada kaum muslimin di Indonesia, namun mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat. Keempat, Pemerintah tak berdaya menghadapi para perusuh tersebut yang dengan leluasa membunuhi kaum muslimin di Ambon. Kelima, sementara itu, kaum muslimin hanya yang berada di luar Ambon hanya bisa berdemonstrasi yang sama sekali tidak meringankan beban mereka yang berada di Ambon.
Dari keprihatinan tersebut di atas, Muhammad Assewed beserta Ja’far Umar Thalib mengadakan
telaah kitab baik al-Qur’an maupun as-Sunnah untuk mendapat kepastian tindakan apa yang harus dilakukan. Setelah mendapat landasan teologis, keduanya berangkat ke Timur Tengah untuk berkonsultasi dengan para guru, tindakan apa sekiranya yang harus dilakukan.

Ulama-ulama Salafi yang dimintai fatwanya oleh Ja’far mengenai Jihad ke Ambon diantaranya adalah Syeikh Abdul Muhsin al-'Abbad, ahli hadith dari Madinah, ‘wajib menolong orang muslim yang didhalimi’. Syeikh Ahmad an-Najmi, anggota dewan ulama, mengatakan wajib hukumnya untuk menolong muslim yang di dhalimi, dan menjadi penting untuk tidak langsung terjun ke arena pertempuran tanpa memiliki persiapan dan konsultasi yang bagus. Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wadi, guru Ja'far di Yaman mengatakan bagi muslim Indonesia menjadi kewajiban masing-masing individu untuk membela saudara muslim lainnya. Syeikh Rabi' bin Hadi al-Madkholi dari Madinah mengatakan Jihad adalah wajib untuk semua muslim sebab saudara-saudara mereka telah diserang oleh orang Kristen. Syeikh Wahid al-Jabiri mengatakan dibolehkan dalam hukum Islam untuk mempertahankan saudaranya yang tengah diserang. Syeikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali, dari Madinah mengatakan wajib jihad menolong saudaranya yang diserang.

Dari berbagai kajian dan konsultasi, maka disimpulkan untuk berangkat jihad ke Ambon secara organisatoris. Perlunya organisasi untuk berangkat ke Ambon dalam rangka mengatur strategi dan mobilisasi massa. Maka dibentuklah Imarah (kepemimpinan) kaum muslimin dalm menjalankan jihad fi sabilillah. Untuk menghindari segala fitnah yang mungkin terjadi maka imarah diberi nama dengan nama Imarah Jihad Ahlu Sunnah wal Jamaah, yang dipimpin atau panglima tertinggi Ja’far Umar Thalib, sedangkan Assewed bertindak sebagai Ketua Umum Forum Komunikasi Ahlu Sunnah wal Jamaah, posisi yang sangat penting setelah Ja’far Umar Thalib.

Sepulang dari Jihad Ambon, Ja’far lalu membubarkan Laskar Jihad ahlu sunnah wal Jamaah, sebab Ja’far khawatir laskar Jihad akan digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Selain itu juga memang mulai banyak kritik dari kalangan salafi lainnya, bahwa laskar jihad sudah menjadi gerakan hizbiyah, dimana hal ini sangat bertentangan dengan manhaj salafi.

Selebihnya untuk mewadahi alumni laskar jihad, maka dibentuklah Forum Komunikasi Ahl Sunnah Wal Jama’ah (FKASWJ), lembaga ini tak lebih dari sekedar lembaga paguyuban, tempat berkumpul dan bersilaturahmi. Meski demikian, FKASWJ menjadi identitas kelompok tersendiri dikalangan salafi.
Mereka yang tergabung dengan FKASWJ – khususnya sebelum Ja’far Umar Thalib dinyatakan keluar dari salafi – umumnya beraliran salafi puritan dan berkiblat ke Salafi Arab Saudi.

Konflik Salafi
Perkembangan salafi di Indonesia ternyata rawan konflik. Sumber konflik pertama adalah bias konflik di level internasional. Di Indonesia, hal ini termanifestasikan dalam tindakan saling kecam antara mereka yang tergabung dalam salafi puritan dan mereka yang terkait dengan jaringan Sururiah. Sedang konflik kedua adalah ketegangan guru-murid karena ulah sang murid yang dianggap melenceng oleh sang guru. Tipe konflik kedua inilah yang dialami oleh afar Umar Thalib. Sedang konflik ketiga adalah konflik sesama ulama salafi.

Ada dua konflik besar yang terjadi dikalangan Salafi, pertama konflik antara Ja’far Umar Thalib dengan Yusuf Baisa. Kedua konflik Ja’far Umar Thalib dengan Muhammad Assewed, dan Yazid Jawwaz. Konflik ini berimplikasi pada jaringan mereka yang terpecah-pecah. Muara dari pertikaian adalah munculnya dua group besar mengikuti pembelahan di level internasional: sururi dan puritan.

Konflik pertama, antara Ja’far Umar Thalib dengan Yusuf Baisa sampai pada tahap mubahalah (beradu do’a, siapa yang berbohong akan celaka). Yusuf Baisa seperti juga Ja'far Umar Thalib merupakan alumni pesantren PERSIS Bangil. Keduanya melanjutkan studi ke LIPIA. Namun, Yusuf Baisa meneruskan ke Riyadh sedangkan Jafar meneruskan ke Yaman.

Sekembali dari Yaman, Ja'far Umar Thalib mendengar khabar bahwa Yusuf Baisa mengkampanyekan pandangan yang berbeda dengan salafi. Yusuf Baisa mengatakan agar dakwah menjadi efektif, maka harus mempunyai kemampuan berorganisasi seperti kalangan Ikhwan al Muslimun, bijaksana seperti Jama’ah Tabligh, dan mempunyai ilmu pengetahuan seperti Salafi, dalam hal saling memahami masalah aqidah. Sebagian pendengar menyampaikan pernyataan ini pada Ja'far.

Ja'far mendengar berita ini sangat marah sekali pada Yusuf, karena menganggap gerakan Salafi seperti gerakan Ikhwan yang terorganisir. Abu Nida coba mendamaikan keduanya, berlaku sebagai mediator. Yusuf dan Ja’far bertemu dan untuk memberikan klarifikasi, hal ini terjadi di rumah Ja’far dan dipimpn oleh Abu Nida’ dan dihadiri oleh tiga pemimpin Salafi lainnya.

Yusuf mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan membicarakan manfaat hizbiyah seperti Ikhwan al Muslimun. Pendeknya pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa Yusuf Baisa akan kembali ke riil salafi. Yusuf juga setuju untuk mengumumkan kepada para aktifis Salafi bahwa dia telah kembali ke jalan yang benar, dengan demikian dia meyakinkan bahwa Salafi harus tetap bersatu. Yusuf juga membuat pertemuan pada bulan Juni 1994 di masjid Utsman bin Affan dekat rumah Ja'far, untuk menyelesaikan persoalan mereka.

Namun Yusuf beberapa bulan kemudian menyatakan hal sama kembali. Pada sebuah ceramah tentang konsep keadilan, Yusuf merekomendasikan tulisan beberapa kalangan Salafi dimana Ja’far menyebut mereka sebagai Sururiyah.

Perkembangan pertengkaran antara keduanya semakin memburuk. Yusuf mengadakan diskusi mengkritik buku Ja’far. Ja’far menuduh Yusuf melakukan fitnah, karena itu Ja’far menulis “gerakan Sururi memecah belah Ummat”. Yusuf merespon pandangan Ja’far dengan mengajak mubahalah.

Setelah diadakan Mubahalah perpecahan semakin tak bisa dihindari. Ja’far meminta semua kalangan salafi untuk ikut bersamanya atau berhadapan dengannya. Semua guru-guru Salafi yang datang bersamanya yang umumnya berasal dari FKASWJ.

Konflik kedua terjadi antara Ja’far Umar Thalib dengan Muhammad Assewed dan Yazid Jawwas. Kedua tokoh tersebut terbilang mantan murid-murid Ja’far Umar Thalib. Namun kini hubungan antara guru dengan murid terputus sudah, mereka saling membid’ahkan satu sama lain.

Konflik antara Ja’far Umar Thalib dengan Muhammad Assewed terjadi setelah kembali dari jihad Ambon. Sepulang dari Ambon Ja’far melakukan perenungan dakwah. Diantara perenungannya adalah menyadari telah terjadi kesalahan yang amat fatal dalam melakukan dakwah Salafiyah yaitu terlalu memprioritaskan aqidah sementara itu dalam segi akhlaq tidak terlalu terperhatikan. Akibatnya, para murid Ja’far sulit untuk toleran terhadap orang lain yang tidak sepaham dengan manhaj Salafi. Dengan demikian, dakwah manhaj Salafi menjadi ditakuti orang lain, bukan malah sebaliknya dicintai kaum muslimin.

Padahal dalam ajaran Islam antara akhlaq dengan aqidah berdiri satu jajar dan tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain.
Memprioritaskan antara aqidah atau akhlaq akan menimbulkan kepincangan dalam dakwah. Seperti yang dialami kalangan Salafi, masyarakat bukan tidak mau menerima kebenaran ajaran, namun menjadi takut melihat akhlaq da’i yang tidak mempunyai jiwa toleran sama sekali.

Tak hanya itu, kuatnya doktrin dalam rangka membina aqidah berakibat pada keengganan murid berbeda pendapat dengan gurunya. Hal ini berimplikasi tidak adanya penelaahan terhadap kitab yang ada, sebab segalanya telah diserahkan pada guru (syaikh). Sikap demikian, pelan namun pasti menimbulkan sikap taqlid, dimana hal ini sangat ditentang dalam manhaj Salafi.

Refleksi pemikiran ini rupanya tak bisa diterima para muridnya. Diantaranya yang menolak pemikiran Ja’far adalah Muhammad Assewed. Menurut Assewed, pemikiran Ja’far ini dianggap sebagai melemahnya sikap Ja’far terhadap ahlul bid’ah. Padahal menurut Assewed, memperingatkan ummat dari ahlul bid'ah dan mentahdzir ahlul bid'ah, membenci mereka, menghajar mereka, memboikot mereka dan tidak bermajlis dengan mereka, adalah kesepakatan dalam ajaran salafi.

Hasil perenungan Ja’far dianggap sebagai sikap kompromi terhadap bid’ah, karena itu aqidah Ja’far patut dipertanyakan, apakah masih dalam manhaj Salafi atau sudah keluar? Berita ini sampai juga ketelinga para guru di Timur Tengah. Repotnya para guru hanya menerima informasi sebelah pihak, walhasil keluar fatwa dari syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali bahwa Ja’far Umar Thalib sudah keluar dari manhaj Salafi. Tentu saja Ja’far tidak menerima fatwa ini, sebab menurutnya apa yang disampaikan pada para syaikh hanya kedustaan belaka.

Namun menurut Ja’far, itulah persoalannya, kaum muslimin di Indonesia jangan dibayangkan kalau mereka itu semua mengerti akan agama Islam secara mendetail. Umat Islam di Indonesia, pada umumnya tidak tahu Islam secara mendetail. Maka silang pendapatpun terjadi, yang berujung pada saling tuding. Sampai tulisan ini diturunkan Muhammad Assewed sudah tak tinggal lagi di Yogyakarta, melainkan di Cirebon kembali membina madrasah Al-Irsyad.

Silang pendapat yang cukup tajam juga terjadi antara Ja’far Umar Thalib dengan Yazid Jawaaz Perbedaan pendapat mengenai apakah kelompok Salafi perlu pergi untuk berjihad ke Ambon. Yazid Jawaaz berpendapat bahwa kalangan Salafi tak perlu berangkat ke Ambon, karena masih ada pemerintah yang bertanggung jawab. Namun, Ja’far dan Assewed berpendapat lain. Bahwa telah terjadi pendhaliman terhadap umat Islam di Ambon dan memerlukan bantuan. Silang pendapat ini berujung pada saling tuding, bahwa Ja’far menganggap Yazid enggan untuk berangkat Jihad, sementara Yazid menuduh Ja’far hanya mencari popularitas saja.

Tak hanya itu, perbedaan pendapat juga terjadi mengenai pemikiran para tokoh Ikhwanul Muslimin, antara Yazid Jawwas dengan kalangan Salafi lainnya, menyebabkan Yazid tidak lagi dianggap Salafi. Dalam pandangan Yazid, tidak semua pendapat atau tindakan para tokoh Ikhwan bisa dikategorikan sebagai ahlul bid’ah, sebab mereka adalah para pejuang Islam, yang rela berkorban demi Izzul Islam wal Muslimin. Namun lain halnya dengan pandangan para syaikh Salafi terutama yang berada di Timur Tengah, dimana mereka menganggap para tokoh Ikhwanul Muslimun adalah orang-prang hizbiyyah (yang selalu mendahulukan kelompoknya) dan itu termasuk dalam dosa besar.

Setelah terjadi konflik yang berterusan antara Ja’far dengan yang lain, maka gerakan salafi terpecah menjadi semakin jelas antara yang politik dan non politik – terjaring dalam FKASWJ.

Salafi Sururiah
Bagi kalangan Salafi yang mentolerir adanya kehidupan berpolitik lebih sering disebut kelompok sururiyah. Di Indonesia sendiri, banyak sekali kalangan salafi yang mendapat gelar sururiyah atau yang mempunyai pandangan yang berbeda dengan kalangan salafi puritan. Mereka adalah Yusuf Baisa, Abu Nida Chomsaha Sofwan dkk, Abu Sa'ad Muhammad Nur Huda, MA, Arif Syarifuddin, Lc, Abu Ihsan Al Maidani Al Atsary, Afifi Abdul Wadud, Abul Hasan Abdullah bin Taslim, Lc, Abu Abdil Muhsin Firanda, Asmuji (Imam Syafi'i, Cilacap). Umar Budiargo, Lc, Khudlori, Lc, Aris Munandar, SS, Ridwan Hamidi, Lc , Muhammad Yusuf Harun, MA, dan Farid Ahmad Okbah dari PP Al Irsyad.

Demikian juga dengan kelembagaannya, kalangan salafi politik, relatif bergerak dalam kelembagaan dibandingkan dengan kalangan salafi non politik. Mereka diantaranya adalah Yayasan al-Sofwah, kelompok Yazid Jawwas dan Abdul Hakim Abdat, yang dekat tetapi tidak secara institusional berhubungan dengan al-Sofwah.

Abu Nida', Ahmad Faiz, dan jaringan at-Turots. Kelompok Abu Nida' menerbitkan majalah al-Fatawa, Ahmad Faiz's juga menerbitkan majalah as-Sunnah. Ketiga, majalah, al-Furqon, yang diterbitkan oleh kelompok Annur Rofiq dari Mahad al-Furqon al-Islami, Gresik, yang mempunyai jaringan yang sama.

Yusuf Baisa dan Farid Okbah jaringan al-Irsyad (sangat dekat dengan at-Turots tetapi bukan bagian dari jaringannya). Yayasan al-Irsyad selalu dikritik karena mempunyai acara muktamar tahunan, ini merupakan bukti dari kegiataan hizbiyah.

PP Taruna Al Qur'an, Umar Budiargo, Lc, Khudlori, Lc, Aris Munandar, SS, Ridwan Hamidi, Lc (alumni Madinah, disebut tokoh freeline). PP Taruna Al Qur'an alias L-Data cabang Jogjakarta ini akrab dengan ikhwani dimanapun. L-Data pusat dipimpin (aldakwah.org) Muhammad Yusuf Harun, MA, dai al Sofwa, penerjemah al Al Sofwa Jakarta.

Para tokoh kalangan salafi politik tersebar di berbagai negara dan mereka melakukan pembinaan dengan organisasi non profit (LSM) yang ada di Indonesia. Di antara tokoh Salafi politik internasional adalah, Muhammad Surur Nayif Zainal Abidin (kini tinggal di London), Abdul Karim Al Katsiri (Saudi Arabia), Syarif Fuadz Hazza (Mesir), Musthofa bin Isma’il Abul Hasan as Sulaimani Al Ma’ribi al hizbi (Yaman).

Mereka juga memberikan banyak bantuan pada LSM seperti, As-Sofwah, at-Turots dan lain-lain dalam rangka penyebaran paham salafi politik.

Ketidaksukaan sebagian Salafi seperti as-Sewed (salafi puritan) kepada lembaga at-Turots merupakan refleksi dari pendirian mentor mereka di Saudi Arabia dan Yaman kepada Abdul Khaliq. Pertentangan ini semakin muncul ketika website salafi memuat pemikiran Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wadi, guru Ja’far dari kaset yang direkam tahun 1995. Syeikh Muqbil menuduh Abdul Khaliq mencoba untuk memecah komunitas Salafi dengan secara terbuka membagikan uang dinar di Kuwait, Indonesia, Yaman, dan Sudan.

Pertentangan kalangan Salafi diketahui Ja’far sejak awal. Ja’far selain mengenal para Imam Salafi, Ja’far juga mengenal para tokoh Salafi yang dianggap menyimpang dari manhaj Salafi. Mereka adalah Muhammad Surur bin Zainal Abidin, Salman Al-Audah, Safar Al-Hawali, A’idl Al-Qarni, dan Abdurahman Abdul Khaliq. Penyimpangan mereka karena para tokoh ini menganggumi para tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Sayyid Quthb, Hasan Al-Banna, Muhammad Abduh, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Rashid Ridha dan lain-lain, yang dianggap sesat oleh para Imam Salafi.

Kalangan Salafi yang dianggap menyimpang ini juga mempunyai banyak murid di Indonesia. Bahkan untuk mengkomunikasikan para murid Abdurahman Abdul Khaliq mendirikan lembaga Ihya’ut Turats. Untuk memperdalam komunikasi dengan para murid Abdurahman Abdul Khaliq sering datang ke Indonesia.

Pada tahun 2004 Umar as-Sewed mengkritik ungkapan Abdul Khaliq yang telah mendiskreditkan para pemimpin Saudi. Menurut as-Sewed, Abdul Khaliq pantas juga diberikan gelar sebagai thaghut, sebagaimana juga diungkapkan oleh semua syeikh Salafi termasuk bin Baz dan Utsaimin. As-Sewed juga mendorong bahwa ketidaksukaan Abdul Khaliq pada Saddam terjadi baru-baru ini karena adanya perang, karena itu Abdul Khaliq pada dasarnya adalah orang munafik nomer satu.

Dengan demikian jelas, bahwa gerakan salafi di Indonesia sangat amat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di Timur Tengah. Saling tuding dengan mengatasnamakan agama, menjadi ciri khas dari gerakan salafi. Yang ironis dari kelompok salafi ini adalah mereka mengajarkan doktrin anti taqlid kepada para pengikutnya, namun pada kenyataannya, mereka juga taqlid kepada para syeikh mereka di Timur Tengah. Hal ini terlihat dari apa yang terjadi konflik di Timur Tengah maka di Indonesiapun terjadi konflik. (bersambung)

Jumat, 08 April 2011

TRADISI MENCIUM TANGAN KYAI

Mencium tangan para ulama merupakan perbuatan yang dianjurkan agama. Karena perbuatan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada mereka.
Dalam sebuah hadits dijelaskan:

عَنْ زَارِعٍ وَكَانَ فِيْ وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قَالَ لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِيْنَةَ فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ – رَوَاهُ أبُوْ دَاوُد
Artinya : Dari Zari’ ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, Ketika sampai di Madinah kami bersegera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi s.a.w. (H.R. Abu Dawud).

عَنِ ابْنِ جَدْعَانْ, قالَ لاَنَسْ : اَمَسَسْتَ النَّبِيَّ بِيَدِكَ قالَ :نَعَمْ, فقبَلهَا
Artinya : dari Ibnu Jad’an ia berkata kepada Anas bin Malik, apakah engkau pernah memegang Nabi dengan tanganmu ini ?. Sahabat Anas berkata : ya, lalu Ibnu Jad’an mencium tangan Anas tersebut. (H.R. Bukhari dan Ahmad)

عَنْ جَابرْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ عُمَرَ قبَّل يَدَ النَّبِيْ.
Artinya : dari Jabir r.a. sesungguhnya Umar mencium tangan Nabi.(H.R. Ibnu al-Muqarri).

عَنْ اَبيْ مَالِكْ الاشجَعِيْ قالَ: قلْتَ لاِبْنِ اَبِيْ اَوْفى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : نَاوِلْنِي يَدَكَ التِي بَايَعْتَ بِهَا رَسُوْلَ الله صَلى الله عَليْه وَسَلمْ، فنَاوَلَنِيْهَا، فقبَلتُهَا.
Artinya : Dari Abi Malik al-Asyja’i berkata : saya berkata kepada Ibnu Abi Aufa r.a. “ulurkan tanganmu yang pernah engkau membai’at Rasul dengannya, maka ia mengulurkannya dan aku kemudian menciumnya.(H.R. Ibnu al-Muqarri).

عَنْ صُهَيْبٍ قالَ : رَأيْتُ عَلِيًّا يُقبّل يَدَ العَبَّاسْ وَرِجْلَيْهِ.
Artinya : Dari Shuhaib ia berkata : saya melihat sahabat Ali mencium tangan sahabat Abbas dan kakinya. (H.R. Bukhari)

Atas dasar hadits-hadits tersebut di atas para ulama menetapkan hukum sunah mencium tangan, ulama, guru, orang shaleh serta orang-orang yang kita hormati karena agamanya.

Berikut ini adalah pendapat ulama :

1. Ibnu Hajar al-Asqalani
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani telah menyitir pendapat Imam Nawawi sebagai berikut :
قالَ الاِمَامْ النَّوَاوِيْ : تقبِيْلُ يَدِ الرَّجُلِ ِلزُهْدِهِ وَصَلاَحِهِ وَعِلْمِهِ اَوْ شرَفِهِ اَوْ نَحْوِ ذالِكَ مِنَ اْلاُمُوْرِ الدِّيْنِيَّةِ لاَ يُكْرَهُ بَل يُسْتَحَبُّ.
Artinya : Imam Nawawi berkata : mencium tangan seseorang karena zuhudnya, kebaikannya, ilmunya, atau karena kedudukannya dalam agama adalah perbuatan yang tidak dimakruhkan, bahkan hal yang demikian itu disunahkan.
Pendapat ini juga didukung oleh Imam al-Bajuri dalam kitab “Hasyiah”,juz,2,halaman.116.

2. Imam al-Zaila’i
Beliau berkata :
(يَجُوْزُتقبِيْلُ يَدِ اْلعَالِمِ اَوِ اْلمُتَوَرِّعِ عَلَى سَبِيْلِ التبَرُكِ...
Artinya : (dibolehkan) mencium tangan seorang ulama dan orang yang wira’i karena mengharap barakahnya.
(Disarikan dari buku Amaliah NU dan Dalil-Dalilnya, Penerbit LTM (Lembaga Ta”mir Masjid)PBNU.

Jumat, 11 Maret 2011

Beragama Islam secara Kaffah

Beragama Islam Secara Kaffah
Pertanyaan
1(. Bagaimana kecenderungan mufassirin (mutaqaddi-min – mutaakhirin) dalam menyimpulkan perintah memasuki Islam secara kaffah sesuai teks ayat : أدْخـُلوُا فِى السِّـلْمِ كَافَّةً (QS. al-Baqarah : 208)?
Jawaban :
Kecenderungan Mufassirin dalam menafsirkan perintah masuk Islam secara kaffah ada dua golongan yaitu :
1. Perintah masuk Islam bagi seluruh umat manusia.
2. Perintah terhadap umat Islam agar menerapkan syari’at secara penuh dengan segala kemampuannya.
المراجع:
التفسير الكبير للإمام فخر الدين محمد بن عمر الرازى {ط.دار الكتب العلمية}
(يَاأيُّهَا الذِيْنَ آمَنُوا) بِِالألْسِنَةِ (أدْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَافَّةً) أى دُومُوا عَلَى الإِسْلاَمِ فِيمَا يَسْتَأنِفُوْنَهُ مِنَ العُمْرِ وَلاَ تَخْرُجُوا عَنْهُ وَلاَ عَنْ شَرَائِعِهِ .... الى أن قال ... قَالَ القَفَّالُ (كافة) يَصِحُّ أنْ يُرْجَعَ الَى المَأمُورِينَ بِالدُّخُولِ اى أُدْخُلُوا بِأجْمَعِكُمْ فِى السِّلمِ وَلاَ تَفَرَّقُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا - الى ان قال- وَيَصْلُحُ أنْ يُرْجَعَ اِلَى الإِسْلاَمِ كُلُّهُ اى فِى كُلِّ شَرَائِعِهِ، قالَ الوَاحِدِى رَحِمَهُ الله: هَذَا ألْيَقُ بِظَاهِرِ التَّفْسِيرِ لأنَّهُمْ أُمِرُوا بِالقِيَامِ كُلِهَا
Terjemah :
Firman Allah (artinya) : “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian dalam Islam secara keseluruhan”. Maksudnya tetaplah kalian semua diatas agama Islam sejak awal permulaan dan janganlah kalian keluar dar Islam dan syariat Islam -sampai perkataan mufassir- Imam Qaffal berkata : kata “kaaffah = keseluruhan” bisa kembalikan kepada mereka yang diperintah masuk Islam, sehingga maksudnya : masuklah kalian kesemuanya dalam agama Islam dan janganlah berpisah-pisah dan jangan pula berbeda-beda, -sampai perkataan mufassir- dan pastas pula kata “kaaffah = keseluruhan” dikembalikan kepada Islam, yakni seluruh syariat Islam. Al Wahidi ra berkata : pendapat ini lebih layak dengan dhahirnya tafsir karena mereka (orang-orang mukmin) diperintah melaksanakan keseluruhan syariat Islam.
تفسير النسفى الجزء الأول ص. 104-105
يا أيها الذين آمنواادخلوا فى السلم وبفتح السين حجازى وهو الاستسلام والطاعة أي استسلموا لله وأطيعوه أو الإسلام والخطاب لأهل الكتاب لأنهم آمنوا بنبيهم وكتابهم أو للمنافقين لأنهم آمنوا بألسنتهم كافة لا يخرج أحدمنكم يده عن طاعته حال من الضمير فى ادخلوا أى جميعا أو من السلم لانها تؤنث كأنهم أمروا أن يدخلوا فى الطاعات كلها أو فى شعب الإسلام وشرائعه كلها وكافة من الكف كأنهم كفوا أن يخرج منهم أحد باجتماعهم
Terjemah :
“Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian semua didalam keselamatan” , salmi dengan dibaca fathah sinnya itu menurut Ahli Hijaz yang artinya menyerah dan taat. Maksudnya menyerahlah kalian kehadirat Alloh dan taatlah kepada-Nya. Atau Islam dan berarti pembicaraan ini ditujukan kepada Ahli Kitab, karena mereka Iman kepada Nabi-Nya dan Kitab-Nya,atau pembicaraan ditujukan kepada orang-orang munafik karena mereka beriman hanya dengan lisannya. Kata kaaffah (secara keseluruhan) artinya tak satupun dari kalian yang keluar dari taat kepada Alloh, sehingga lafadz Kaffah itu menjadi Haal dari dhomir yang ada pada Udkhuluu yang semakna denga jami’an yang artinya semua atau kaaffah menjadi haal dari Assilmi karena ia muannats. Seakan-akan mereka diperintah untuk melakukan seluruh ketaatan atau cabang-cabang Islam dan syariat-syariatnya. Lafadz Kaaffah dari kata Al Kaffa, seakan-akan mereka mencegah jangan sampai seorangpun dari mereka keluar sebabmereka telah berkumpul.
التفسير المنير للدكتور وهبة الزحيلي جز 2 ص 340 ط : دار الفكر المعاصر
الاسلام كل لايتجزء فمن امن به وجب عليه الأخذ به كله فلا يختار منه مايرضيه ويترك مالايرضيه او يجمع بينه وبين غيره من الأديان لأن الله تعالى امر باتباع جميع تعاليمه وتطبيق كل فرائضه واحترام مجموع نظامه بالحل او الإباحة والحظر او الحرمة
Terjemah:
Agama Islam sesuatu yang utuh yang tak boleh dipecah-pecah, maka barang siapa beriman kepada islam maka ia wajib mengambil keseluruhannya. Jadi dia tidak boleh memilih hukum Islam yang ia senangi dan meninggalkan hukum Islam yang tidak ia sukai atau mengumpulkan antara Islam dan agama-agama yang lain, karna Allah Ta’ala memerintahkan mengikuti seluruh ajaran-ajaran Islam, menerapkan semua kewajiban-kewajibannya dan memulyakan semua aturan-aturannya tentang halal dan haram.
)2(. Apakah manifestasi berislam secara kaffah mengharuskan pemberlakuan syari’at Islam dalam kehidupan bernegara (konstitusional) dan kehidupan bermasyarakat (kultural) di Indonesia ?
Jawaban :
Penerapan syari'at Islam dalam kehidupan bernegara (konstitusi) dan dalam kehidupan bermasyarakat (kultur) adalah tanggung jawab bersama setiap muslim. Usaha menerapkan hukum Islam dalam konstitusi negara harus dilaksanakan dengan cara-cara yang jauh dari kekerasan. Tahapan amar ma'ruf nahy munkar adalah satu-satunya cara yang dapat ditempuh dalam memperjuangkan berlakunya hukum Islam dalam negara.
بغية المسترشدين ص : 271
وَالاسْلاَمُ لاَيَسْمَحُ المُسْلِمَ اَنْ يَتَّخِذَ مِنْ غَيْرِ شَرِيْعَةٍ الله قَانُونًا وَكُلُّ مَا يَخْرُجُ عَنْ نُصُوصِ الشَّرِيعَةِ اوْ مَبَادئِهَا العَلِيَّةِ اَو رُوْحِهَا التَشْرِيْعِيَّةِ مُحَرَّمٌ تَحْرِيْمًا قَاطِعًا عَلَى المُسْلِمِ بِنَصِّ القُرْانِ الصَّرِيْحِ
Terjemah :
Islam tidak memberi toleransi kepada orang Islam untuk menjadikan undang-unfang dari selain syariat Allah. Dan setiap sesuatu yang keluar dari nash syariat atau dasar-dasar syariat yang luhur atau (ruh) jiwa tasyri’iyyah adalah diharamkan secara pasti atas orang muslim berdasarkan dalil nash al Qur’an yang jelas.
بغية المسترشدين:271 دار الفكر
(فائدة) –الى ان قال- وَمِنْهَا تَجِبُ أنْ تكُونَ الأحْكَامُ كُلُهَا بِوَجْهِ الشَّرْعِ الشَّرِيْفِ وَأمَّا أحْكَامُ السِّيَاسَةِ فَمَا هِىَ إلاَّ ظُنُونٌ.
Terjemah :
(Faidah) sampai perkataan mushannif : Sebagian diantaranya, semua hukum harus memakai syariat yang mulia, sedangkan hukum siyasah (politik) tiada lain hanyalah menggunakan prasangka-prasangka.
تفسير ابن كثير جز 2 ص : 16
وقال علي بن ابى طلحة عن ابن عباس قوله ومن لم يحكم بما انزل الله فاؤلئك هم الكافرون قال ومن جحد ما انزل الله فقد كفر ومن اقر به ولم يحكم به فهو ظالم فاسق
Terjemah :
Berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah (artinya) : “ Barang siapa tidak menghukumi dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu orang-orang kafir”, bahwa barang siapa mengingkari hukum yang ditutrunkah Allah maka dia kafir dan barang siapa mengakui hukum Allah namun dia tidak menghukumi dengannya dia itulah orang dhalim dan fasik.
غاية تلخيص المراد ص : 263
يجب على الحاكم الوقوف على احكام الشريعة التى اقيم لها ولا يتعداه الى احكام السياسة بل يجب عليه قصر من تعدى ذلك وزجره وتعزيره وتعريفه ان الحق كذا
Terjemah :
Wajib atas seorang hakim tetap konsisten pada hukum-hukum syariat sesuai tujuan dinobatkannya hakim itu dan jangan sampai melampaui sampai pada hukum-hukum siyasah (politik), bahkan ia wajib membatasi orang yang melanggarnya, mencegahnya, menta’zirnya dan memberitahu bahwa hukum yang benar adalah begini.
)3(. Berdosakah orang Islam di Indonesia karena membiarkan tidak diamalkannya ajaran syari’at Islam oleh negara tempat ia menetap tinggal ?
Jawaban :
Bagi yang mampu dan mempunyai akses untuk perjuangan berlakunya hukum Islam maka harus benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya, sehingga pabila mereka (yang mampu) tidak ada usaha untuk berlakunya syariat Islam di Indonesia maka berdosa. Bagi masarakat umum berkewajiban memberi dukungan penuh demi berlakunya hukum Islam.
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قالَ سَمِعتُ رَسو لَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ مَن رَأى مِنكُمْ مُنكَرًا فَليُغَيِّرْهُ بِيَدِه فَاِن لَم يَسْتطِعْ فَبِلِسانِه فَانْ لَمْ يَسْتطِعْ فَبِقَلبِهِ وَذَلِكَ اَضْعَفُ الايْمَانِ (رواه البخارى )
Terjemah :
Diriwayatkan dari Thariq bin Syihab dia berkata : aku mendengan Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia memberantasnya dengan tangan (kekuasaan) nya, lalu jika ia tidak mampu maka memberantasnya dengan lisannya, lalu jika tidak mampu maka memberantasnya dengan hatinya dan demikian itu peling lemahnya iman. (HR: Bukhari)
الغنية لطالب طريق الحق جز 1 ص : 51
وَقالَ الشَيْخُ عَبدُ القَادِرِ الجَيلانِى رضِيَ الله عَنهُ فَالمُنْكِرونَ ثلاثةُ اَقسَامٍ قِسْمٌ يَكُونُ اِنْكارُهُ بِاليَدِ وَهُمُ الأئِمَّةُ وَالسَّلاطِينُ وَالقِسْمُ الثانِى اِنْكارُهُم بِاللِسَانِ دُونَ اليَدِ وَهُم العُلمَاءُ وَالقِسمُ الثالِثُ اِنْكارُهُم بِالقَلْبِ وَهُم العَامَّةُ
Terjemah :
Syaikh Abdul Qodir Jailani berkata :
Orang-orang yang menginkari (menentang) itu ada tiga macam :
- Ingkar dengan kekuatan yaitu ingkarnya para pemimpin dan penguasa.
- Yang kedua ingkar dengan lisan bukan dengan kekuatan yaitu ingkarnya para ulama’
- Yang ketiga ingkar dengan hati yaitu ingkarnya orang-orang umum.
حاشية الجمل شرح المنهج جز: 5 ص : 182 – 183
وبأمر بمعروف ونهى عن المنكر اى الامر بواجبات الشرع والنهي عن محرماته اذا لم يخف على نفسه او ماله او على غيره مقسدة المنكر الواقع
Terjemah :
Perintah kebagusan mencegah kemungkaran artinya perintah dengan kewajiban-kewajiban syara’ dan mencegah dari perkara yang diharamkan syara’. kalau memang dia tidak takut pada kerusakan yang terjadi pada dirinya, hartanya atau yang lain, dengan kerusakan yang nyata.
تفسير البيضاوي ج: 2 ص: 328
ومن لم يحكم بما أنزل الله مستهينا به منكراله فأولئك هم الكافرون لاستهانتهم به وتمردهم بأن حكموا بغيره ولذلك وصفهم بقوله الكافرون و الظالمون و الفاسقون فكفرهم لإنكاره وظلمهم بالحكم على خلافه وفسقهم بالخروج عنه
Terjemah :
Barang siapa menghukumi tidak sesuai hukum yang diturunkan Alloh bahkan dia malah menghinanya, dan menginkarinya, maka dihukumi Kafir. Karena dia menghina terhadap hukum dan menolaknya dengan gambaran dia menghukumi tanpa memakai hukumnya Alloh, karena itu Alloh mensifati mereka dengan predikat kafirun, dholimun, dan fasiqun. Sifat kafir karena mereka inkar dan aniaya dengan menghukumi dengan selain huku Alloh dan kefasikan mereka karena mereka keluar dari hukum-hukum-Nya.
)4(. Bolehkah masing-masing WNI yang beragama Islam atau kelompok mereka menerapkan secara sepihak hukum publik yang menjadi bagian dari syari’at Islam (seperti hukum jinayat( ?
Jawaban :
Penerapan syariat Islam di bidang pemberlakuan hudud (hukuman mati, potong tangan, cambuk dan lain-lain) adalah hak prerogratif negara. Masyarakat umum tidak boleh melaksanakan sendiri-sendiri atau pada kelompok masing-masing.
Tambahan:
Bagi organisasi-organisasi Islam seperti NU, diharapkan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah untuk berlakunya hukum Islam dalam konstitusi negara.
الفقه الإسلامى وادلته الجزء السادس ص:58
ثَانِيًا لا يُقِيمُ الحُدُودُ إلاَّ الإمَامُ اَو مَنْ فَوَّضَ اِلَيهِ إلإِمَامُ بِاتِّفَاقِ الفُقَهَاءِ لأَنَّهُ لَمْ يَقُمْ حَدٌّ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله صلى الله عليه وَسَلمَ إلاَّ بِإذْنِهِ وَلا فِى أيَّامِ الخُلفَاءِ إلاَّ بِإذْنِهِمْ وَلأَنَّ الحَدَّ حَقُّ اللهِ تعَالى يَفْتقِرُ اِلى الإِجْتِهَادِ وَلا يُؤْمَنُ فِيه الحَيفُ فَلَمْ يَجُزْ بِغَيرِ إذْنِ الإمَامِ
Terjemah :
Kedua: tidak boleh menegakkan hukuman kecuali seorang imam atau orang yang dikasih kepercayaan (mandat) oleh imam. bitthifaqil fuqoha’ (sesuai kesepakatan ahli fiqih), karena had (hukuman) tidak ditegakkan pada masa hidupnya Nabi SAW, kecuali dapat izin dari beliau dan pada masa Khulafaur rasyidin kecuali dapat izin dari beliau-beliau. Karena hukuman (had) itu haqqulloh yang membutuhkan ijtihad (kesungguhan yang maksimal), dan padahal tak ada jaminan aman dari penyelewengan, karenanya maka tidak boleh (menghukum) kecuali dengan izin imam.
الموسوعة الفقهية 3:167
اَلإسْتِبْدَادُ المُفْضِى اِلىَ الضَّرَرِ اَوِ الظُّلْمِ مَمْنُوْعٌ كَالإسْتِبْدَادِ فِى احْتِكَارِ الاَقْوَاتِ وَاسْتِبْدَادِ اَحَدِ الرَّعِيَّةِ فِيمَا هُوَ مِنَ اخْتِصَاصِ الاِمَامِ مِثلَ الْجِهَادِ وَالاِسْتِبْدَادِ فِى إقَامَةِ الحُدُودِ بِغَيْرِ إذْنِ الإمَامِ.
Terjemah :
Sewenang-wenang yang dapat menimbulkan terhadap dhoror (bahaya) atau dzolim itu dilarang, seperti sewenang-wenang menimbun makanan pokok, dan sewenang-wenangnya salah satu rakyat dalam urusan yang merupakan hak khusus imam, seperti jihad (berperang) dan sewenang-wenang menegakkan hukuman (had) dengan tanpa izinnya imam.
الموسوعة الفقهية 17/240-242
الشرط السادس: الإذن من الإمام:16 – اشترط فريق من العلماء فى المحتسب أن يكون مأذونا من جهة الإمام أو الوالي،وقالوا: ليس للآحاد من الرعية الحسبة والجمهور على خلافه الا فيما كان محتاجا فيه الى الاستعانة وجمع الاعوان وما كان خاصا بالائمة او نوابهم كاقامة الحدود وحفظ البيضة وسد الثغور اما ما ليس كذلك فان لآحاد الناس القيام به لان الادلة وردت فى الامر والنهي والدع عاماة - الى ان قال - واما جمع الاعوان وشهر الاسلحة قد يجر الى قتنة عامة ففيه نظر وقد ذهب الى اشتراط الاذن فى هذه الحالة جماهر العلماء لانه يؤدي الى الفتن وهيجان الفساد وكذلك ما كان مختصا بالأئمة والولاة فلا يستقل بها الآحاد كالقصاص، فإنه لا يستوفى إلا بحضرة الإمام ،لأن الإنفراد باستيفائه محرك للفتن
Terjemah :
Syarat No. 6 : Dapat izin dari imam. Sebagian Ulama’ mensyaratkan untuk relawan harus mendapat izin dari imam atau dari penguasa (wali). Para Ulama berkata: Bagi individu rakyat tidak boleh menjadi relawan ) eksekutor hukuman ). Kebanyakan ulama’ tidak sependapat dengan syarat diatas kecuali dalam urusan yang memerlukan bantuan dan mengumpulkan banyak pembantu dan urusan yang khusus bagi imam atau penggantinya seperti menegakkan hukuman, menjaga keutuhan/persatuan memperkuat benteng pertahanan dan mengirikan pasukan. Adapun hal-hal yang tidak seperti diatas bagi individu-individu manusia boleh melakukannya karena dalil-dalil tentang perintah, larangan dan pencegahan berlaku umum -sampai perkataan mushannif- adapun mengumpulkan pembantu-pembantu dan menghunus pedang itu bisa jadi menimbulkan fitnah yang merata, maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Kebanyakan para ulama’ dalam hal yang seperti ini berpendapat harus mendapat izin dari imam karna bisa menimbulkan fitnah dan gejolaknya kerusakan. Dan demikian pula sesuatu yang khusus bagi imam dan penguasa, maka perorangan tidak boleh melakukan sendiri, seperti qishos (hukuman balasan sepadan) . Sesungguhnya seseorang tidak boleh melaksanakan (hukuman) kecuali adanya persetujuan dari imam, karena kesendirian dalam malaksanakan hukuman, akan dapat menimbulkan fitnah.
)5(. Sesuaikah dengan prinsip ahkam sulthaniyah bila secara diam-diam sekelompok umat Islam di Indonesia membaiat dan mengesahkan amir/pemimpin Islam guna menjadi landasan legitimasi ibadah atau pengamalan agama kelompok tersebut ?
Jawaban:
Membaiat dan mengesahkan amir/pemimpin Islam dengan tidak mengakui terhadap keabsahan kepemimpinan yang sudah ada tidak sesuai dengan prinsip hukum bernegara menurut Islam.
المراجع:
كشاف القناع للبهوتى الحنبلى الجزء السادس ص:205
الرَّابِعُ قَوْمٌ مِنْ أهْلِ الحَقِّ بَايَنُوا الإمَامَ وَرَامَوْا خَلْعَهُ أي عَزْلَهُ أوْ مُخَالَفتَهُ بِتَأوِيْلٍ سَائِغٍ بِصَوَابٍ أوْ خَطَأٍ وَلهُمْ مَنْعَةٌ وَشَوْكَةٌ بِحَيثُ يَحْتاجُ فِي كَفِّهِمْ إلَى جَمْعِ جَيْشٍ وَهُم البُغَاةُ المَقصُودُونَ بِالتَّرْجَمَةِ فَمَن خَرجَ عَلَى إمَامٍ عَدْلٍ بِأحَدِ هَذهِ الوُجُوهِ الأرْبَعةِ بَاغِيًا وَجَبَ قِتالُهُ لِمَا تَقَدَّمَ أوَّلَ البَابِ
Terjemah :
Yang ke-empat: suatu kaum dari ahli haq (kebenaran) melawan terhadap imam dan menuduh bahwa ia telah terpecat/menentangnya dengan ta’wil yang benar/salah, dan mereka itu memiliki kekuatan dan kekuasaan, sekira imam butuh terhadap pasukan untuk mencegah mereka , maka kaum itu dikatakan AL Bughoh (penentang Imam) sebagaimana yang dikehendaki dalam terjemah/judul barang siapa memberontak terhadap Imam yang ‘adil dengan sebab satu diantara empat macam dengan jelas-jelas membangkang maka orang tersebut wajib diperangi karna adanya keterangan yang sudah dijelaskan diawal bab.
التشريع الجنانى الإسلامى لعبد القادر عودة الجزء الثانى ص:675
يشترط لوجود جريمة البغى الخروج على الإمام والخروج المقصود هو مخالفة الإمام والعمل لخلعه أو الإمتناع عما وجب على الخارجين من حقوق ويستوى أن تكون هذه الحقوق لله اى مقررة لمصلحة الجماعة او للأشخاص اى مقررة لمصلحة الأفراد فيدخل تحتها كل حق تفرضه الشريعة للحاكم على المحكوم وكل حق للحماعة على الأفراد وكل حق للفرد على الفرد فمن امتنع عن أداء الزكات فقد امتنع عن حق وجب عليهم ومن امتنع عن تنفيذ حكم متعلق بحكم الله كحد الزنا أو متعلق بحق الأفراد كالقصاص فقد امتنع عن حق وجب عليه ومن امتنع عن طاعة الإمام فقد امتنع عن الحق الذى وجب عليه وهكذا ولكم من المتفق عليه أن الإمتناع عن الطاعة فى معصية ليس بغيا وإنما هو واجب على كل مسلم لأن الطاعة لم تفرض إلا فى معروف ولا تجوز فى معصية.
Terjemah :
Disyaratkan wujudnya kejahatan makar adalah membangkang terhadap Imam. Pembangkangan dimaksud yaitu menentang imam dan melakukan yang mengarah kepada pemecatan imam atau menolak hak-hak yang wajib atas para pembangkang. Dan sama hak-hak ini bagi Allah ya’ni yang ditetapkan demi kemaslahatan orang banyak atau perorangan maksudnya ditetapkan demi kemaslahatan perorangan. Termasuk didalam hak-hak ini setiap hak yang diwajibkan syari’at bagi hakim atas orang yang dihukumi, setiap hak bagi golongan atas perorangan dan setiap hak bagi perorangan atas perorangan. Jadi barang siapa mencegah membayar zakat maka berarti dia mencegah hak yang wajib atas mereka dan barang siapa
mencegah menegakkan hukum yang behubungan dengan hukum Allah seperti hukuman zina atau yang berhubungan dengan hak perorangan seperti Qishos maka ia mencegah haq yang wajib atas dia.
Dan barang siapa menolak ta’at kepada imam maka berarti ia menolak hak yang wajib atas dia dan seterusnya. Bagi kalian dari hal yang disepakati ulama’bahwa sesungguhnya menolak taat didalam maksiat bukanlah pembangkangan akan tetapi suatu kewajiban atas setiap orang Islam, karena taat itu tidak wajib kecuali dalam kebaikan dan taat pada kemaksiatan tidak diperbolehkan.
البيان في فقه الامام الشافعي جز 12 ص 9 ط: دار الكتب العلمية
قال القفال وسواء كان الامام عادلا او جائرا فان الخارج عليهم باغ اذالإمام لاينعزل بالجور وسواء كان الخارج عليه عادلا او جائرا فان خروجه على الامام جور
Terjemah :
Imam Qaffal berkata : baik imam itu adil atau menyeleweng, maka membangkang kepadanya adalah bughat, karena imam tidak bisa terpecat sebab menyeleweng baik pihak pembangkang itu adil atau menyeleweng. Sebab membangkang kepada imam adalah perbuatan makar.
)6(. Sebagai konsekuensi Islam kaffah haruskah dilakukan jihad guna menangkal praktek kemungkaran oleh WNI non-muslim, seperti lokalisasi PSK, penjualan/ konsumsi minuman keras, budidaya hewan babi, arena hiburan yang penuh ma’shiyat, dan lain sebagainya ?
Jawaban:
Sebagai konsekwensi Islam kaffah dalam rangka menangkal praktek kemunkaran wajib dilakukan jihad dalam pengertian أمر معروف نهى منكر sesuai dengan tahapan-tahapannya, dan harus berupaya untuk tidak menimbulkan kemunkaran yang lebih besar atau fitnah.
المراجع:
أحكام القرأن لإبن العربي ج : 1 ص : 382 ، مانصه :
(وَلْتكُنْ مِنْكُم أمَّةٌ) دَليلٌ عَلى اَنَّ الأمْرَ بِالمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَن المُنكَرِ فَرْضٌ
Terjemah :
Firman Allah (artinya) : “Hendaklah diantara kalian terdapat ummat, yang mengajak kebaikan”. Ayat ini sebagai dasar perintah berbuat baik dan mencegah melakukan kemungkaran.
التشريع الجنائ الاسلامى جز 2 ص :677 , ف : الشيخ عبد القادر عودة , ط : مؤسسة الرسالة
ومع ان العدالة شرط من شروط الامامة الا ان الرأي الراجح في المذاهب الاربعة ومذهب الشيعة الزيدية هو تحريم الخروج على الامام الفاسق الفاجر ولو كان الخروج للامر بالمعروف والنهي عن المنكر لان الخروج على الامام يؤدي عادة الى هو انكر مما فيه وبهذا يمتنع النهي عن المنكر لان منشروطه لايؤدي الانكار الى ماهو انكر من ذلك الى الفتن وسفك الدماء وبث الفساد واضطراب البلاد واضلال العباد وتوهين الامن وهدم النظام
Terjemah :
Sifat adil itu menjadi syarat untuk menjadi imam kecuali pendapat yang unggul, itu menurut empat Madzhab, dan menurut madzhab Syi’ah Zaidiyah. Haram keluar dari imam yang fasiq, lacut itu haram, walaupun adanya kelauar itu untuk perintah kebaikan dan mencegah kemungkaran. Karena keluar dari imam bisa mendatangkan kebiasaan ingkar dari perkara tersebut. Dengan demikian terlarang mencegah kemungkaran. Karena yang disyaratkannya iru tidak akan mendatangkan keinkaran lain yang lebih darinya. Sampai menimbulkan fitnah, pertumpahan darah, meratanya kerusakan, kacaunya negara, menyesatkan masyarakat, merapuhkan keamanan dan merusak tatanan.
بغية المسترشدين ، ص : 251، مانصه :
وَلَهُ دَرَجَتَانِ . التَعْرِيفُ ثُمَّ الوَعْظُ بِالكَلامِ اللَّطِيفِ ثُمَّ السَّبُّ وَالتَعْنِيفُ ثمَّ المَنْعُ بِالقَهْرِ ، وَالأوَّلانِ يَعُمَّانِ سَائِرَ المُسْلِمِينَ وَالأخِيرَانِ مَخْصُوصَانِ بِوُلاةِ الأمُورِ اهـ.
Terjemah :
Baginya dua tingkatan, diperingatkan, dinasehati dengan ucapan yang halus, dicaci maki dan kekerasan kemudian dicegah dengan paksa.
Sedangkan dua kewajiban yang pertama berlaku umum untuk semua orang Islam dan yang dua kewajiban yang akhir khusus bagi penguasa.