Sanad Ilmu
Dalam tradisi belajar-mengajar di kalangan umat Islam, sanad ilmu menjadi salah satu unsur utama. Imam Syafii pernah berkata, “Tiada ilmu tanpa sanad”. Pada kesempatan lain, Imam Mazhab yang sangat populer di Indonesia ini menyatakan, “Penuntut ilmu tanpa sanad, bagaikan pencari kayu bakar yang mencari kayu bakar di tengah malam, yang ia pakai sebagai tali pengikatnya adalah ular berbisa, tetapi ia tak mengetahuinya”.
Penyataan serupa pernah juga dilontarkan Al-Hafidh Imam Attsauri, “Sanad adalah senjata orang Mukmin, maka bila engkau tak memiliki senjata, dengan apa engkau membela diri?”. Berkata pula Imam Ibnu al-Mubarak, “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”.
Masih banyak lagi pernyataan ulama-ulama terdahulu yang menegaskan pentingnya sanad dalam ilmu. Bahkan dalam tradisi ahli-ahli hadis, sanad ilmu merupakan hal yang wajib dimiliki oleh penekun ilmu hadis. Mereka tidak mengakui suatu hadis dari seseorang kecuali bila orang itu mempunyai sanadnya yang jelas.
Demikianlah pentingnya sanad ilmu bagi para penekun ilmu-ilmu Islam. Disiplin ilmu keislaman apapun, sanadnya akan bermuara kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Ilmu hadis bermuara kepada beliau, pun demikian dengan ilmu tafsir dan tasawuf.
Karena begitu kuatnya tradisi sanad tersebut, maka sudah sewajarnya apabila para penuntut ilmu di Pesantren Sunan Pandanaran mengetahui sanad ilmu yang dimiliki oleh Hadlaratussyaikh al-Maghfurllah KH Mufid Mas’ud al-Hafidz, pendiri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran.
Ponpes Sunan Pandanaran dikenal sebagai pondok takhasus li tahfizdil Qur’an. Sementara itu, Hadlaratussyiakh KH. Mufid Mas’ud belajar Al-Qur’an pada tiga guru Al-Qur’an, yaitu: pertama, Hadlaratussyaikh KH. Abdul Qodir Munawir al-Hafidz (Krapyak, Yogyakarta); kedua, Hadlaratussyaikh KH. Muntaha al-Hafidz (Wonosobo, Jawa Tengah); dan ketiga Hadlaratussyaikh KH. Dimyathi al-Hafidz (Comal, Pemalang, Jawa Tengah). Sanad dari ketiga guru tersebut menyambung kepada Hadlaratussyaikh KH. Munawir al-Hafidz (Krapak, Yogyakarta).
Selain mengajar Al-Qur’an, Hadlaratussyaikh KH. Mufid Mas’ud juga melaksanakan dawuh Mbah KH. Mukhlash (Panggung, Tegal Jawa, Tengah), bahwa seorang santri penghafal Al-Qur’an harus memperbanyak bacaan shalawat Nabi Muhammad Saw. Beliau menyarankan pula agar KH Mufid mendapatkan ijazah dari guru kitab Dalail al-Khairat, karya Syeikh Abi Abdillah Muhammad bin Sulaiman Al Jazuli.
Saran KH. Mukhlash, beliau laksanakan dengan sebaik-baiknya hingga dapat memenuhi apa yang beliau dawuhkan. Hadlaratussyaikh KH. Mufid memperoleh ijazah Dalail al-Khairat dari almarhum Romo KH. Ma’ruf dari Pondok Pesantren Jenengan Surakarta, Jawa Tengah. KH. Ma’ruf juga seorang guru Qismul ‘Ulya di Mambaul Ulum Surakarta, serta seorang mursyid (pemimpin) Tarekat Sadzaliyah di daerah itu.
“Di samping mendapatkan ijazah dari beliau, saya juga diperintahkan untuk menulis sanad, mulai dari pengarang Dalail al-Khairat sampai dengan almarhum Romo KH. Ma’ruf,” ungkap KH Mufid suatu ketika, mengenang perjalanannya mencari ijazah.
Di lain pihak, Hadlaratussyaikh KH. Mufid Mas’ud juga mendapatkan ijazah Dalail al-Khairat dari almarhum Romo KH. Profesor Muhammad Adnan asal Surakarta, yang kala itu bermukim di Kotabaru Yogyakarta, setelah pensiun dari PTAIN Yogyakarta.
Di samping itu, KH Mufid, tanpa beliau meminta, juga diijazahi Dalail al-Khairat oleh almarhum mbah KH. Hamid asal Pasuruan yang mashur sebagai min auliaillah wa ulamaillah (termasuk wali dan ulama Allah). “Pernah juga saya mohon ijazah Dalail al-Khairat kepada guru saya almarhum Dr. Assayyid Muhammad Al Maliki di Makkah” dawuh KH. Mufid kepada santri-santrinya.
Sanad lengkap Dalail al-Khairat almarhum Romo KH. Ma’ruf dari Pondok Pesantren Jenengan Surakarta adalah sebagai berikut: KH. Ma’ruf Surakarta → KH. Abdul Mu’id (Klaten) → KH. Muhammad Idris → Sayyid Muhammad Amin Madani → Sayyid Ali bin Yusuf al Hariri al Madani→ Sayyid Muhammad bin Ahmad al Murghibiy → Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Ahmad al Mutsana → Sayyid Ahmad bin al Hajj → Sayyid Abdul Qodir al Fasiy → Sayyid Ahmad al Muqri→ Sayyid Ahmad bin Abbas Ash Shum’i → Sayyid Ahmad Musa as Simlaliy→ Sayyid Abdul Aziz At Tiba’i → Sayyid Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman (penulis kitab Dalail al-Khairat).
Dengan ijazah dari para masyayikh yang termasuk ulama besar tersebut, hadlaratussyaikh KH. Mufid Mas’ud merasakan manfaatnya yang tidak dapat beliau paparkan dengan lisan. Hanya saja, beliau tak henti-hentinya menganjurkan agar para santrinya membiasakan wiridan Al-Qur’an dan Dalail al-Khairat agar mendapat syafa’at Al-Qur’an dan syafa’at Sayyidul Anam, Rasulullah Saw. (Udik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar